Karya saya kali ini dimuat di Analisa Minggu, 06/03/2016. Termasuk pemuatan yang cukup cepat, mengingat saya baru mengirimnya pada 26/02/2016.
Siapa yang tak tahu bencana letusan Gunung Sinabung? Bencana panjang yang telah dan tengah berlangsung hingga enam tahun kini? Saya seseorang yang lahir, besar, dan berdomisili di Tanah Karo, tempat bencana ini berlangsung meski saya bukanlah bagian dari korban atau pengungsi. Beberapa kali pernah mengunjungi posko pengungsian, bermain bersama anak-anak sinabung, mendengar keluh dan kesah para korban.
Pengalaman itu berkali-kali mengusik saya.
Hinggaplah sebuah inspirasi di pikiran, tergeraklah hati ini menulis tentang Sinabung. Ke dalamnya saya tumpahkan segala isi hati, bermacam pemikiran yang menyerang diam-diam, tanpa sungguh-sungguh bermaksud menyinggung apapun dan siapapun.
![]() |
Ilustrasi Oleh Renjaya Siahaan |
Jangan hukum anak-anakmu lebih lama lagi,
oh, Maha Pencipta.
Simaklah
bisikan-bisikan bibir mereka kala bermunajat. Menolehlah pada kepala-kepala yang
tertunduk, tangan-tangan menengadah. Telusurilah air mata yang membentuk anak
sungai berjeram deras itu.
Dan teruntukmu,
Sinabung, oh, Sinabung kekelengen.
Dinginkanlah hatimu.
Bisakah sudahi semua
ini?
Adakah segalanya bisa
mereda, kembali seperti sediakala?
Bertahun-tahun kini
telah berlalu sejak kau bangun dulu. Apakah masih ada tersisa duka dan luka
yang mengganjal perasaanmu? Belumkah kau puas sudah menyapu segala keangkuhan?
Tataplah, kini anak-anakmu tak punya apapun lagi, kecuali sepotong hati yang
remuk redam.
"Cukup Sinabung
Aku mohon sudah cukupJiwa-jiwa yang lelah ingin pulang, kembali memeluk kakimu."
Untuk membaca lengkapnya, silahkan kunjungi website analisa atau klik link berikut : http://harian.analisadaily.com/cerpen-rebana/news/elegi-untuk-sinabung/219640/2016/03/06
Sampai jumpa...!