Kisah
Si Bebek Buruk Rupa oleh Hans Christian Andersen
Saya sudah sering
mendengar kisah tentang si bebek buruk rupa ini, namun, ya, sekedar tau saja 😅. Ketika
iseng menelusuri cerita ini di google, saya menemukan banyak kisah serupa dengan
berbagai versi. Namun, kisah lengkapnya baru benar-benar saya nikmati setelah
membaca The Fairy Tales of Hans
Christian Andersen yang diceritakan ulang oleh Mandy Archer.
Sekilas
info, H. C. Andersen (1805-1875) adalah
seorang sastrawan berkebangsaan Denmark dan karya-karyanya sudah banyak
mendunia. Salah satu yang paling terkenal selain The Ugly Duckling adalah The
Little Mermaid. Saya sudah lebih dulu mengetahui dongeng si Putri Duyung, yang
juga banyak dikisahkan ulang dengan beragam versi, namun kali ini saya ingin mengulas
Si Bebek Buruk Rupa.
Cerita dimulai ketika seekor induk bebek sedang mengerami telur-telurnya. Ia menunggu penuh kesabaran selama berminggu-minggu sampai telur-telur itu menetaskan enam anak bebek berwarna kuning cemerlang, imut, ‘berkwek-kwek’ menggemaskan, memiliki kaki mungil merah muda, yah…pokoknya mengagumkan.
Cerita dimulai ketika seekor induk bebek sedang mengerami telur-telurnya. Ia menunggu penuh kesabaran selama berminggu-minggu sampai telur-telur itu menetaskan enam anak bebek berwarna kuning cemerlang, imut, ‘berkwek-kwek’ menggemaskan, memiliki kaki mungil merah muda, yah…pokoknya mengagumkan.
Kelahiran si anak bebek
tidak berhenti sampai di situ. Ada sebutir telur lagi yang berukuran agak besar,
yang tidak menetas bersamaan dengan telur lainnya. Si induk memilih untuk
mengeraminya sebentar lagi, mengacuhkan pendapat bebek lain yang mengatakan
bahwa lebih baik ia membawa anak-anaknya berenang daripada mengerami telur
terakhir itu.
Ketika si bungsu menetas, ternyata ia memiliki rupa yang berbeda dari saudara-saudaranya. Ia bertubuh besar, berbulu abu-abu dengan paruh hitam yang aneh. Sang induk bebek juga heran dengan makhluk yang keluar dari telur terakhir itu, namun ia tidak ambil pusing. Ia berpikir bungsunya hanya mendekam terlalu lama di dalam telur. Bentuk dan rupanya yang buruk akan berubah cantik seiring pertumbuhannya. Ejekan hewan-hewan lain yang mengatakan bungsunya mungkin adalah ayam kalkun tidak dihiraukannya.
Tapi, semakin lama
semakin banyak olokan yang menghampiri. Walau si bebek buruk rupa dapat
berenang dengan baik, namun itu tidak membuat dirinya diterima. Kuda, ayam,
kambing, semua merendahkannya. Di antara mereka bahkan berkata seandainya saja
ia bisa dikembalikan ke dalam telur! Sang induk akhirnya menyerah dan berpikir
mungkin ada yang salah dengan bebek
bungsunya. Sungguh malang!
Si
bebek buruk rupa akhirnya memisahkan diri dari ibu dan saudara-saudaranya,
berpikir bahwa mereka akan lebih baik tanpa dirinya. Ia berkelana sendirian
menelusuri kolam, bertemu hewan-hewan lain yang tetap saja menatapnya dengan
aneh. Bahkan, ketika ia bertemu dengan seorang wanita tua yang memelihara
seekor ayam dan kucing—wanita tua yang ia sangka baik hati, tetap saia ia tidak
diterima karena tidak bisa menghasilkan telur. Ia tak lebih dari seekor bebek
jantan yang jelek.
Ketika berenang di kolam, ia bertanya-tanya pada
hewan lain apakah mereka melihat makhluk yang serupa dirinya. Namun, semua
menggelengkan kepala, lalu menertawakannya.
Si bebek buruk rupa pun memilih menyendiri. Ia bersembunyi di
semak-semak agar tidak bertemu dengan hewan lain. Sementara itu,
kelompok-kelompok hewan lain bersiap untuk menghadapi musim dingin. Tak
ketinggalan sekelompok unggas—angsa—di angkasa yang sedang terbang menuju
wilayah yang lebih hangat. Si bebek buruk rupa kagum pada leher mereka yang
panjang, sayap yang kuat, dan bulu putih mereka yang bersinar. Hal itu
membuatnya semakin kesepian.
Singkat cerita, musim
dingin berakhir. Matahari bersinar lebih cerah. Bunga-bunga mekar. Segala
sesuatu terlihat lebih ceria. Namun, si bebek buruk rupa tetap murung dan
minder.
Suatu kali, ketika ia
sedang berenang, seekor angsa tiba-tiba mendekatinya. Si bebek buruk rupa
segera menyembunyikan wajahnya ke dalam rerimbunan semak. Namun, si angsa
bertanya mengapa ia menghindar. Tentu si bebek tak ingin kembali ditertawakan
karena wajah jeleknya. Si angsa justru menyapanya ramah, mengatakan bahwa ia
tidak jelek sama sekali. Ia mengatakan bahwa si bebek adalah bagian dari
kelompoknya, dan ia mengundang si bebek untuk bergabung dengannya.
Si bebek buruk rupa
kaget bukan main. Ia bercermin di permukaan air dan tidak melihat wajah
jeleknya. Ia justru melihat wajah angsa yang dikaguminya dan terheran-heran
mungkinkah keajaiban itu terjadi pada dirinya! Dalam sukacita, ia bergabung
dengan kawanan angsa dan mereka terbang bersama….
~tamat~
Setelah membaca versi
lengkapnya, saya menyadari bahwa dongeng ini tidaklah sekedar kisah pengantar
tidur belaka. Mungkin cerita ini memang ditujukan untuk anak-anak, namun saya
berpendapat lain. Entah karena saya merenungkannya terlalu jauh, atau karena
gaya bercerita Mandy Archer dengan pilihan kata-katanya yang begitu menyentuh.
Ada pelajaran dan makna yang bisa dipetik lalu diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Akhir cerita yang mengatakan
bahwa si bebek buruk rupa ternyata seekor angsa setelah mengalami metamorfosa
selama musim dingin yang berat adalah penghiburan bagi orang-orang yang
dikucilkan oleh karena perbedaan/keunikan yang mereka pikul.
Dalam
satu dan lain hal, saya turut merasakan empati dengan orang-orang demikian. Mungkin
orang-orang ini menerima ejekan, direndahkan, diolok oleh karena fisik, ambisi,
cita-cita, dan idealisme yang tidak sejalan dengan kebanyakan orang. Seperti si
bebek kecil yang dikucilkan karena ia tidak seperti anak-anak bebek lain.
“What a strange thing you are!”
they quacked, shrinking back from the ugly duckling. “You can’t mix with us,
understand?”
Ah,
ternyata praktik bullying sudah
terjadi sejak ratusan tahun lalu! Betapa menyedihkan menerima hujan cibiran
tiada henti.
It was lonely life for a young
duckling. Every day he paddled round the pond, searching for grubs and pondweed
to nibble. Whenever another creature came down to the water, he rushed into the
reeds and hid himself from view.
Orang-orang
unik ini hidup dalam kesendirian. Hanya orang-orang dengan kondisi serupa yang
dapat memahami satu sama lain. Namun, sesuatu yang unik seringkali berada dalam
situasi langka. Jumlah mereka tidak sebanding dengan orang-orang kebanyakan. Saat
orang lain bergerak bergerombol, mereka justru melawan arah. Orang-orang
‘berbeda’ ini berproses dalam kesunyian. Hingga akhirnya ketabahan mereka
membuahkan hasil, bahkan kadang melebihi ekspektasi.
The beautiful swan had never
dreamed of such happiness when he was ugly duckling. He flapped his wings and
rose up into the air with the other swans—ready to start a new, better life.
Si
bebek jelek ternyata seekor angsa yang tampan! Ia segera bergabung dengan
kelompoknya dan terbang ke angkasa. Meninggalkan masa lalu penuh cemooh di
belakangnya. Lalu, apakah kemudian ia membalas dendam kepada hewan-hewan yang
pernah mengejek dan menolaknya? Entahlah, Mr. Andersen tidak menuliskannya😁.
Yang pasti, bagi orang-orang yang sedang berada dalam situasi sulit oleh karena
perbedaan/keanehan/keunikan yang tidak dapat diterima khalayak, bertahanlah!
Musim dingin akan segera berlalu, keajaiban sedang dalam perjalanan! Waktu
tengah menempa anda.Yang pasti, anda akan menjadi angsa anggun yang mampu
terbang tinggi, namun juga tetap rendah hati 💗.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar