![]() |
dimuat di Harian Medan Pos |
JASAD MIMPI SANG PENGARANG
Oleh
Dian Nangin
Ketika
wajah langit mulai berselaput mendung, aku melakukan sebuah prosesi menuju pemakaman. Tak ada lagu-lagu penghiburan,
ayat-ayat yang melipur lara,
sekeranjang bunga-bunga,
atau tepuk di bahu serta peluk singkat sarat empati. Hanya ada jasad ratusan file cerita pendek yang berada dalam belasan folder. Folder itu lalu menjelma peti yang akan menemaninya ke
tempat peristirahatan terakhir.
Kutatap
layar putih di hadapanku dengan folder-folder
berbaris rapi, dengan nama-nama yang akrab. Tidak
pernah ada perpisahan yang mudah. Walau perpisahan ini sebenarnya telah
membayangi dari jauh-jauh hari dan aku—sedikit banyak—telah berlatih mempersiapkan diri, namun tak pernah ada
kesiapan yang sempurna. Kuhalau titik-titik
air yang mulai menggenangi pelupuk mata.
Sebentar,
aku harus menarik nafas! Aku ingin mengenang dengan tenang waktu yang telah
kulewatkan bersama impian
ini hingga kini tiba saat bagiku untuk melepasnya. Ah, terlalu lama! Terlalu lama
aku memelihara impian ini
hingga tak lagi kuingat kapan ia tumbuh. Tak terhitung sudah berapa kali aku dan
ilham-ilham di kepalaku melakukan persetubuhan hingga
melahirkan karya yang (tidak selalu) mengagumkan.
Tidak
mudah untuk menjadi seorang pengarang. Dalam tubuhku tersimpan bibit-bibit kegelisahan yang perlahan tumbuh meraksasa, menggerogoti
jiwa. Pikiran
selalu menaruh curiga pada mimpi yang singgah dalam tidur. Ada banyak hal yang
seenaknya menerobos masuk ke dalam tubuh
dan hati tanpa bisa diabaikan dengan mudah serupa mengacuhkan angin yang meniup kulit.