Sore tadi, aku iseng membuka facebook. Dan status
pertama yang muncul sangat mengejutkanku. Seorang teman lama menuliskan status
yang membuatku terhenyak dan seketika waktu seakan berhenti berjalan, dunia
berhenti berputar. Si teman menuliskan status ‘turut berbela sungkawa atas
kepergian seorang kawan lama untuk selama-lamanya.’
Berbekal penasaran, aku akhirnya menelusuri sasaran
status si teman itu. Usut punya usut, akhirnya aku menemukan jawaban. Seorang
teman sekelasku sewaktu kelas dua SMA (sekitar lima tahun lalu) telah meninggal
karena kecelakaan.
Aku duduk mematung di atas kursi, tak bergerak. Memori
ingatan memutar ke belakang, mengunjungi laman kenangan ketika masih mengenakan
seragam putih abu-abu. Si kawan ini (cowok) adalah salah satu teman baikku
ketika kami sekelas di 2 IPA II di satu SMA swasta di Kabanjahe sana, meski hubungan
kami bukan termasuk kategori best friend.
Ia orang yang ramah, setidaknya itu kesan yang kudapat
ketika setahun berada dalam kelas yang sama dengannya. Konyol, juga lucu.
Ketika kelas kami mengadakan perpisahan dengan naik gunung Sibayak, ia selalu
ngocol membuat perjalanan tak terlalu boring.
Aku bahkan masih menyimpan foto-foto kenangan ketika kami ramai-ramai berpose
di tengah jalan yang menanjak, dan ada dia juga.
Ketika naik ke tingkat selanjutnya, kami berpisah, tapi
bukan berarti hubungan pertemanan itu terputus sama sekali. Tak pernah ada rasa canggung atau sungkan
untuk bertegur sapa, juga sesekali melempar joke.
Keramahannya membuatnya punya banyak teman, sahabatnya
bertebaran di sana sini. Ketika seragam putih abu berganti, jalinan pertemanan
itu tak pernah putus. Banyak di antara kami yang melanjutkan kuliah di Medan.
Beberapa kali aku bertemu dengannya, dan keramahannya tak berkurang. Itu adalah
nilai plusnya dia, membuat banyak
sekali orang yang merasa kehilangan ketika terdengar kabar ia meninggal dunia.
Wall
facebooknya dipenuhi kalimat duka, bahkan tak sedikit teman,
baik cowok atau cewek yang tak segan menumpahkan tangisnya di sana lewat
kata-kata. Kalimat-kalimat itu membuatku haru. Semuanya merasa sangat kehilangan atas kepergian seorang sahabat yang sangat baik.
Bukan satu dua kali aku mendengar lontaran kalimat ‘kenapa
orang baik sangat cepat dipanggil Tuhan?’, tapi cukup sering. Memang bukan ‘label
baik’ yang menentukan cepat atau tidaknya seseorang berpulang, tapi karena
waktunya memang sudah tiba, tidak peduli semasa hidupnya seseorang itu bersifat
baik atau tidak. Dan kalimat itu mungkin tercipta karena banyak orang
menyayangkan seseorang yang baik harus terhenti waktunya di usia muda.
Sempat aku bergidik menerima kenyataan ini, bahwa
setiap orang, siapapun itu bisa dipanggil sang Khalik kapan saja. Terlebih lagi
si kawan ini seumuran denganku. Aku membayangkan ia yang juga sepertiku. Ia
sedang mengejar pendidikan, mewujudkan impian dan cita-citanya. Mungkin ia
ingin membahagiakan orang tuanya, dan kelak bermimpi akan bersanding dengan
seorang perempuan yang dicintainya. Tapi, sebelum semua itu terwujud, waktu
untuknya terhenti.
***
Beberapa minggu lalu, Indonesia juga kehilangan
seseorang yang cukup berpengaruh, ialah Ustad Jefri. Meski aku seorang
kristiani, bukan berarti aku tidak mengenalnya. Ia adalah satu-satunya ustad
yang menjadi idolaku, tidak salah kan?
Pagi itu aku terkaget-kaget ketika menonton sebuah
acara gosip di televisi. Dikabarkan Uje telah meninggal pagi buta tadi karena
kecelakaan motor. Aku mengernyitkan kening, sedikit tidak percaya. Tapi acara
yang ditonton seantero Indonesia ini tidak mungkin menyebarkan berita bohong
kan?
Kabar itu benar. Kenapa? Kenapa? Itu kata tanya yang
melompat-lompat dalam benakku. Aku tidak mempertanyakan kenapa ia sampai bisa
kecelakaan begitu, tapi kenapa Tuhan mengambilnya begitu cepat? Kecelakaan itu
hanyalah sebentuk media atau cara yang harus dilaluinya dalam perjalanannya
menuju alam sana.
‘Dia orang baik’. Semua orang mengatakan hal itu. Aku
juga meyakininya, meski aku sama sekali tidak pernah bertemu dengannya, hanya
sesekali aku iseng mendengar dakwah-dakwahnya di televisi.
Aku tidak menyalahkan kehendak Tuhan karena semua hal
yang terjadi atau akan terjadi atas ciptaan-Nya adalah hak-Nya, tapi aku sangat
menyayangkan kepergian Uje yang sangat cepat dan mendadak ini. Keluarganya
masih sangat membutuhkannya. Anaknya masih kecil-kecil dan sangat membutuhkan
bimbingan seorang ayah sebaik Uje. Orang
banyak juga masih sangat ingin mendengar dakwahnya. Uje sendiri pun pasti masih
memiliki banyak impian dan cita-cita yang belum tercapai, tapi siapapun pasti
tidak bisa mengingkari kematian.
Aku merasa sangat haru ketika mengikuti kabar pemakaman
Uje. Karena kebaikannya, ia begitu diagungkan. Belum pernah aku melihat artis,
atau siapapun yang memiliki nama besar, diiringi oleh massa yang begitu banyak
ketika menuju tempat peristirahatan yang terakhir. Uje adalah satu-satunya.
Setiap orang punya alasan tersendiri dalam hati, yang membuat nuraninya
tergerak untuk turut mengiringi Uje. Bahkan hingga tujuh hari sejak
kepergiannya, makamnya masih terus dibanjiri bunga dan doa dari pejiarah yang
masih terus datang berkunjung.
Uje telah meninggalkan pengaruh besar yang sangat baik, juga pengingat yang manis bagi banyak orang.
Ah, sebuah pemahaman kecil muncul dalam benakku. Setiap
orang punya satu kali kesempatan, punya satu waktu dalam hidup, sebelum hidup
itu menemukan titik akhir. Dan satu kesempatan itu harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya, dan hal utama yang harus dikejar adalah berbuat kebaikan.
Ketika kematian datang menjemput, kenangan yang baik itulah yang akan menjadi
pengingat bagi orang lain tentang kita.
Tuhan pasti punya alasan kenapa ia memanggil seseorang
itu begitu cepat. Rancangannya jelas lebih sempurna dari rancangan manusia kan?
Untuk kawan lamaku, dan juga Uje, selamat jalan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar