![]() |
ilustrasi oleh Harian Waspada |
RINDU
DARI TEPI DANAU
Oleh
Dian Nangin
Embun pagi masih tersampir di ujung
daun-daun mangga, padahal jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Pagi ke sekian
ratus kembali tiba sejak kepergiannya. Aku berdiri di kusen jendela, membiarkan
angin yang bertiup sepoi dari danau menerpa wajahku. Kupandang pohon mangga
yang berdaun lebat namun sudah lama tak berputik itu, seakan ia tak lagi
menemukan cinta dan gairah musim sebagai alasan untuk kembali berbuah. Pohon
itu berdiri sendiri di pekarangan berpasir. Seolah kami sama-sama terikat dalam
satu predikat sebagai dua makhluk yang kesepian.
Sudah hampir dua tahun dia pergi,
kekasihku yang berambut panjang dan bermata teduh. Tubuhnya semampai, dengan
bibir tipis yang menerbitkan lesung pipi kala tersenyum. Kami pertama bertemu
ketika ia datang dari kampung sebelah, menempati sebuah kamar yang menghadap
danau di penginapan kecil yang dikelola ayahku. Keakraban kami terjalin ketika
aku sedang mengemasi buku-buku tua yang ditinggalkan para tamu yang pernah
singgah di penginapan kami.