Kamis, 02 Oktober 2014

Nostalgia Tiba-Tiba

wanita termuda dalam foto ini adalah adik nenek dari pihak ibu, yang sering kami tertawakan kepikunannya

Aku hanya mengenal satu nenek kandung, yakni ibunda dari ibuku. Aku tidak kenal baik nenek yang dari bapak karena beliau sudah tiada, bahkan sebelum bapak menikah dengan ibu. Rupanya hanya kuketahui melalui sebuah foto yang terbingkai cantik dan dipajang di lemari kaca ruang tamu. Di foto itu, nenek bersanding dengan kakek.

Nenek dari ibuku juga telah berpulang bertahun-tahun silam, ketika aku masih SD. Namun masih membekas dalam ingatan beberapa hal tentang beliau, yang terkenang hingga sekarang. Waktu yang telah kami lewati dulu, kini terasa sebagai salah satu momen terbaik dalam hidup.

Nenek sangat baik, tidak pernah marah atau memukul. Bahkan ia sangat memanjakan cucu-cucunya.
Aku juga ingat bahwa dulu aku sering mencabuti ubannya, tidur berdua di rumah tuanya meski ibu dan bapak sudah memiliki rumah yang lebih nyaman, berbagi sepiring nasi dengan lauk ikan teri, dan membaca bersama di pondok kecilnya yang berdiri di tengah kebun anyelir dan tanaman pre-nya.

Aku juga sering bermain-main dengan kulitnya yang keriput, dengan menarik-narik kulit punggung tangannya yang elastis dan kendor. Aku sering bertanya apakah ia kesakitan bila aku melakukannya, namun ia menggeleng dan malah tertidur sementara aku asyik menariki kulitnya itu, membentuk, lalu meratakannya kembali.

Beberapa hari lalu aku pergi ke sebuah percetakan, yang bertingkat dua dan sepertinya menyatu dengan rumah tempat tinggal si empunya. Pemilik percetakan itu memiliki 2 anak perempuan. Selama aku sibuk dengan printer dan lembaran kertas, dua bocah itu berkeliaran, merepotkan seorang wanita tua berambut kelabu yang kelelahan mengejarnya.

Satu jam setelah selesai berlarian, sang nenek kemudian membopong cucunya satu persatu untuk dimandikan. Namun bocah perempuan yang lebih tua sering sekali melawan, bahkan sebelum selesai mandi, ia berlari keluar kamar mandi dan naik ke atas. Ia tidak menghiraukan teriakan sang nenek yang memanggil untuk menyelesaikan mandinya.

Beberapa menit kemudian dia turun lagi dengan wajah merengut karena dinasehati bahwa ia bisa gatal-gatal kalau mandi tidak bersih. Sang nenek tetap sabar meski si cucu tampak tidak senang dengan aktivitas itu.

Aku hanya tersenyum melihatnya, tiba-tiba terkenang akan masa lalu. Ketika dewasa nanti, mungkin mereka baru akan menyadari betapa bahagianya memiliki seorang nenek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar