Rabu, 24 April 2019

Balas Budi Benalu [Dimuat di Wattpad Penerbit Haru, edisi Selasa, 23 April 2019]


Akhirnya, cerpen ini menemukan jodohnya!💃
Saya lupa kapan tepatnya menulis cerpen ini, namun berdasarkan catatan saya, cerpen ini pertama kali saya kirim pada 20 Agustus 2016 ke salah satu koran lokal di Medan. Tidak lolos muat, saya menarik dan menyimpannya di folder laptop. Saya lalu sibuk menulis cerpen-cerpen baru dan mengedarkannya ke berbagai media cetak dan elektronik. Setelah beberapa lama diacuhkan, saya akhirnya membaca ulang cerpen ini dan merevisinya sedikit, lalu mengirimkannya kembali ke sebuah media cetak di Lampung. Berbulan-bulan menunggu, cerpen ini kembali tidak lolos muat.
Lalu, cerpen ini kembali mengalami revisi, bongkar pasang alur, berubah genre, dan dikirim ulang untuk ke sekian kali. Namun, ternyata ia harus bersabar menunggu sementara cerpen-cerpen lain mendapat tempat masing-masing di berbagai media. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk mencoba mengirimnya ke Penerbit Haru yang menerima kiriman cerpen untuk dimuat di Wattpad mereka. Butuh proses yang cukup lama hingga akhirnya si ‘Balas Budi Benalu’ ini menemukan ruangnya. 
Cerpen ini saya kirim pada Desember 2018, mendapat konfirmasi dari Redaksi pada akhir Februari 2019, dinyatakan lolos muat pada akhir Maret 2019, dan akhirnya mejeng di wattpad Penerbit Haru pada 23 April 2019. Betapa sebuah perjalanan yang panjang, fiuhhh….*lap keringat😅
Selamat membaca!

Jumat, 12 April 2019

MEMBACA HANYA SEKADAR HOBI? TIDAK LAGI!


Suatu pagi, pintu rumah saya diketuk dengan ritme yang menandakan sebuah ketergesaan. Saya menyahut, dengan santai membuka kunci serta gerendel pada pintu besi. Si pengetuk, seorang tetangga yang beberapa tahun lebih muda, tampak panik bercampur excited. Ia nyaris mengomel karena saya bergerak lamban.
“Ada apa sih?” tanyaku.
“Ini urgent, Kak,” sahutnya cepat.
Setelah masuk, ia membeberkan hal mendesak tersebut dan saya hanya bisa menarik nafas. Hal urgent itu tak lebih dari ketidakmampuannya menyusun kata-kata untuk membalas pesan WA dari HRD sebuah perusahaan tempatnya kemarin mengantarkan surat lamaran kerja pertamanya.
“Apa susahnya membalas itu?” tanyaku.
Saya melihat pesan di layar ponselnya. Tampak beberapa pertanyaan berkenaan tentang pribadi si pelamar dan juga mengenai pekerjaan yang dilamar. Saya berpikir sebentar, lalu mengembalikan ponselnya.
“Jawab saja dengan jujur dan sopan.”
“Iya, tapi bagaimana merangkai kalimatnya?!” katanya dengan wajah memelas.
“Katakan begini, bla…bla…bla…” kucoba membantu sambil mondar-mandir mengerjakan beberapa hal.
“Wah, iya, benar! Itu maksudku!!” Tangannya bergerak cepat di layar ponsel untuk mengetik balasan pesan tersebut. Kepalanya menoleh ke kanan kiri untuk mengikuti pergerakanku. “Gimana tadi, Kak? Aduh, aku cepat kali lupa. Coba ulangi…”