Sabtu, 28 Maret 2015

Eksplorasi Bumi Turang (Tanah Karo)

 Hampir dua jam saya tertidur di atas bus yang terus melaju, hingga teriakan kernet yang memenuhi pendengaran membangunkan saya. Perjalanan panjang ini masih menyisakan pegal meski sudah berulang kali saya lakukan. Udara dingin menyerbu masuk ketika saya membuka jendela bus, pemandangan hutan langsung menyita mata. Beberapa mobil pribadi tampak menepi ke pinggir jalan, lalu 'menyapa' sekaligus memberi makanan pada monyet-monyet yang kebetulan keluar hutan.

Kali ini, kaki saya kembali siap menapaki Bumi Turang, sebutan bagi Tanah Karo yang sebenarnya adalah tanah kelahiran saya, sebuah daerah yang berada di dataran tinggi Sumatera Utara, dikelilingi oleh Pegunungan Bukit Barisan. Bumi Turang, yang sebagian besar daerah wisatanya bersanding dengan alam, atau paling tidak mengandung unsur itu, dengan kota Berastagi yang penuh pesona sebagai maskotnya.

Akses menuju Berastagi sangatlah mudah. Dari kota Medan, ada banyak angkutan dengan tujuan daerah ini, dengan ongkos sekali jalan sangatlah murah, yaitu Rp. 10.000. Namun harap bersiap dengan perjalanan yang sedikit memusingkan karena jalan yang berkelak-kelok dengan pepohonan padat mengapit jalan. Namun, begitu keluar dari area hutan, segala keletihan akan terbayar lunas oleh keindahan dan sejuta pesona yang diberikan Bumi Turang. Akses yang tidak sulit, mudahnya urusan akomodasi dan konsumsi, membuat kota ini tak pernah sepi. Keluar dari area hutan, satu tugu ikonik pertama akan menyambut.

Tugu Jeruk. Ada yang mau memanjat dan memetiknya?
Sepanjang jalan menuju kota, mata akan dimanjakan dengan ladang-ladang penduduk setempat yang bisa ditatap langsung dari jendela bus. Berastagi seperti selalu mengulurkan tangan bagi siapapun yang berkunjung. Barisan pondok bergaya tradisional yang bahkan masih beratapkan ijuk ini akan tampak membelah jalanan kota, dengan Tugu Perjuangan 45 di tengah kota. Dan, ya, kita telah sampai di kota Berastagi....


Dan, satu lagi tugu yang akan selalu membuat pengunjung menolehkan kepala adalah si hijau ini. Tugu Kol, yang menegaskan dengan jelas identitas daerah ini, yaitu pertaniannya. Bangunan monumental ini merupakan titik menuju beberapa daerah lain. Diantaranya, di sisi tugu terdapat persimpangan menuju lokasi wisata Danau Lau Kawar.

Seandainya saja kol besar ini bisa diiris, lalu ditumis atau dibuat capcay...
Untuk mengeksplorasi seluruh Bumi Turang dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ada seribu satu tujuan wisata dengan keunikannya sendiri di daerah ini. Dan, Berastagi merupakan daerah wisata yang cocok untuk semua kalangan, baik muda, tua, laki-laki, perempuan, dan anak-anak. Ada gunung untuk para pendaki, yang butuh kegiatan yang memacu adrenalin. Diantaranya adalah gunung Sibayak dan Sinabung. Meski belakangan ini Tanah Karo sedang ditimpa bencana letusan Sinabung, namun animo turis tidak juga surut untuk mengunjungi kota ini. Pasar Buah, atau lebih akrab dengan nama Pajak Buah, adalah pusat keramaian bagi yang senang berbelanja dan berburu oleh-oleh. Ada banyak pilihan mulai dari pakaian, tanaman hias, buah dan sayur, hingga hewan-hewan lucu yang cocok jadi peliharaan seperti kelinci dan marmut. Bukit Gundaling, Danau Lau Kawar, hingga Danau Toba, Air Terjun Sipiso-piso...dan wuah, rasanya tidak bisa lagi saya sebutkan satu persatu. Juga ada  beberapa museum bagi yang menyenangi sejarah dan barang-barang antik peninggalan nenek moyang.

salah satu museum
Opsi lain adalah Taman Alam Lambini yang berada di Desa Tongkoh, yang amat mempesona dengan bangunan Pagoda yang dikelilingi oleh alam. Pemandangan taman apik serta bangunan megah, yang merupakan replika Pagoda Shwedagon akan mengundang decak lidah dan seruan kagum.

 kawasan wisata Taman Alam Lambini dengan Pagoda





kiri: ladang bunga ester. kanan: nenek penjual bunga yang sadar kamera

Agrowisata! Tentu saja kegiatan satu ini tidak boleh terlewatkan.  Bunga, adalah salah satu komoditi yang mulai mencuat belakangan ini. Salah satu desa yang terkenal sebagai penghasil bunga adalah desa Raya, yang tidak terlalu jauh dari kota Berastagi. Wisata ke kebun atau ladang bunga, telah menjadi opsi tambahan yang disenangi turis. Sepanjang jalan menuju desa ini, terdapat ladang-ladang bunga di tepi jalan. Bahkan turis kadang diperbolehkan memetik sendiri bunga favoritnya, menjadikan wisata ke kebun bunga ini mendapat tempat di hati para pelancong. Kalau tidak ingin repot-repot memetik sendiri, turis bisa mendatangi pasar-pasar tradisional yang selalu dilengkapi dengan penjual bunga. Selain bunga, ada banyak kebun jeruk dan stroberi yang bisa dipetik langsung dari batangnya. Tentu sudah dapat dibayangkan kesegaran buah-buah itu. 

Pada pagi hari, satu kegiatan yang selama ini mungkin tidak terlalu diperhatikan adalah menikmati udara segar. Biasanya, rutinitas selalu membuat orang-orang serba tergesa. Bahkan kadang hingga lupa menikmati apa yang sudah diberikan alam, lupa menikmati hidup.

Bagiku, tiada yang lebih nikmat daripada paduan udara sejuk khas pegunungan, ciap-ciap burung di pepohonan, pemandangan hijau, dan kaki telanjang yang bercengekrama dengan rerumputan yang basah oleh embun.

Atau, pergi berjalan-jalan menusuri area perladangan, menikmati pemandangan aktivitas pertanian, hingga berburu foto unik. Berbaur dengan alam, membuat saya seperti hidup kembali (meminjam salah satu judul lagu Andra And The Backbone).

kiri: petani sedang menyemprot kentang. kanan: mencoba menangkap matahari terbenam
Bumi Turang memberi siapapun paket wisata lengkap. Kepalang tanggung tiba di daerah ini, jelajahilah hingga ke sudut-sudutnya. Kepalang basah, lebih baik mandi sekalian, kan?!Ada pemandian alam air panas yang sumbernya dialirkan langsung dari gunung Sibayak. Bila anak-anak ingin bermain, ada Taman Bukit Kubu yang bisa dikunjungi. Lapar? Silahkan berkeliling di malam hari. Akan ada pasar kaget (malam) yang akan mengenyangkan perut. Sungguh masih banyak yang bisa dieksplorasi lagi, namun saya tidak ingin memenuhi postingan ini dengan foto. Nanti jadinya bukan jurnal, tapi album foto!

Saya bangga menjadi bagian dari Bumi Turang, meski saya sadar bahwa saya hanyalah bagian kecil dari seluruh kemegahan hasil karya Sang Maha Agung ini. Bumi Turang adalah rumah, yang selalu berdiri tegak di sudut hati dan akan selalu bersemayam di sana untuk saya rindukan. Tanah manapun yang telah dan akan ditapaki oleh kaki ini, Tanah Karo adalah rumah tempat saya selalu pulang. Rumah, yang senantiasa saya banggakan, selama nyawa masih di kandung badan. 

Setelah ini, hari-hari akan kembali diisi oleh hiruk pikuk kehidupan sosial, rutinitas yang menjerat, pesatnya kemajuan teknologi, serta semakin tingginya peradaban manusia. Dan, kembali ke alam, akan selalu menjadi kerinduan tersendiri. Selamat menjelajahi Bumi Turang.

Jurnal ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Jurnal Perjalanan dari Tiket.com dan nulisbuku.com #MenikmatiHidup #TiketBaliGratis

Minggu, 01 Maret 2015

Selamat Tinggal, Feb...!


2015, akhir bulan kedua, awal yang ketiga
Tahun baru, lewat. Valentine, lewat. Imlek, lewat.

Mari songsong Maret,
Kita susul April, Juni, blah...blah...blah
Perjalanan masih panjang. Bulan. Tahun.
Setahun, dua tahun, tiga tahun, seribu tahun (lagi) kata Chairil Anwar si pujangga semua umat

Apa yang akan terjadi, kita lihat saja nanti.
Aku tak suka prediksi,
karena tangan terbuka pada efek kejut tiap hari

Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debut
Waktu jalan aku tidak tahu apa nasib waktu!

Selamat tinggal, Feb...!
Senang bertemu denganmu.