Jumat, 16 Mei 2014

Lagu Jadul? Love It...!

Sabtu kemarin adikku pulang kuliah lumayan sore, padahal kegiatan kampusnya hanya sampai siang. Begitu tiba, ia langsung menyalakan laptop, mencolokkan flashdisk, utak atik sana sini, menyambungkan kabel speaker, lalu mengalunlah lagu Kau Tercipta Untukku, Bunga Sedap Malam, Gelas-Gelas Kaca, Semalam Di Malaysia, Tolong Carikan Kekasih, Siapa Bilang Aku Cinta, dan masih banyak lagi.

Ketik kutanya darimana ia memperoleh file musik nostalgia sebanyak itu, ia mengcopynya dari laptop seorang temannya, yang menjadi alasannya pulang sore. Kini harddisk laptop bertambah lagi penghuninya, yakni ratusan lagu lama dari album-album berbagai penyanyi legendaris mulai tahun 70-n hingga 2000-an. Diantaranya ada album D'lloyd, Panbers, Diana Nasution, Nia Daniaty, Koes Plus, Christine Panjaitan, hingga Ebiet G Ade.

Lalu semalaman itu kami mengakrabi tembang-tembang nostalgia, setelah malam-malam sebelumnya lagu yang berkumandang di kamar kos adalah lagu milik One Direction, John Legend, Lorde, Agnez Mo, dan masih banyak lagi penyanyi beken yang lagi jadi favorit banyak anak muda belakangan ini.

Kami terlena, terhanyut lirik-lirik dan nada lagu lama itu. Mendengarnya kembali di era tahun 2014 ini, rasanya seperti membongkar peti harta karun. Rasanya seperti kembali mengaduk-aduk ingatan ketika belasan tahun lalu, Bapak juga sering mencekoki kami dengan lagu seperti ini. Lagu-lagu semacam ini tidak asing di telinga kami, dan jujur, kami menikmatinya. Mungkin saja ada orang yang menilai selera kami rendah, terkesan kuno dan ketinggalan jaman. Namun, demikianlah kami masih punya rasa cinta dan ingin mengapresiasi lagu Indonesia yang jadul-jadul. Tiap orang pasti punya selera dan cara tersendiri kan, untuk mencintai musik?

Ketika dulu pertama kali Bapak membeli radio, aku langsung membeli kaset Peterpan (Noah sekarang), Westlife, MLTR, dan Naff. Sedangkan Bapak membeli kaset Panbers dan Ebiet G Ade. Kami membeli kaset penyanyi sesuai stambuk masing-masing :) Lalu kami bergantian memutar lagu dari penyanyi favorit masing-masing dan saling mendengar. Seperti bertukar genre.

Setelah kami dengar-dengar, banyak juga kok lagu lama yang jenius, liriknya romatis dan puitis. Agak kurang kontras dengan lirik lagu sekarang yang masih kurang 'ngena, gombal, bahkan terkesan asal jadi. Bukannya tidak menghargai para musisi yng sudah menciptakannya, namun kembali ke masalah selera tadi. Jenius menurutku, karena dalam liriknya masih diselipkan pantun, peribahasa, ungkapan asli Indonesia, dan banyak lagi hal yang membuat lagu itu indah dan harmonis. Lagu jadul ada kok yang gombal, tapi gombalnya puitis dan kreatif.

ah, ya! Kreatif! Bukan cuma lagu gombal. Lagu galau, lagu jatuh cinta, lagu putus cinta, lagu pernikahan, lagu perceraian, semua kreatif, terutama pada diksinya.

Selain jenius, lagu lama ini juga memorable. Ingat lagu Koes Plus yang Kolam Susu, Bujangan, dan Dara Manisku? Aku sangat yakin lagu-lagu semacam ini akan terus di dengar orang hingga berpuluh-puluh tahun ke depan, sekalipun nanti penyanyi aslinya telah tiada. Selain romatis, puitis, dan jenius, lagu-lagu lama ini juga banyak yang tak kalah positif dengan lagu sekarang. Coba dengar lagu Koes Plus yang Bujangan:

begini nasib, jadi bujangan
Kemana-mana asalkan suka, tiada orang yang melarang
hati senang walaupun tak punya uang, Ooo...
hati senang walaupun tak punya pacar (ups, ini liriknya saya ubah sendiri, untuk menyadarkan mereka yang berstatus single bin jomblo agar tidak selalu
bersedih dan merasa terpojok oleh mereka-mereka yang berstatus in relationship, hahaha...)
 
apa susahnya hidup bujangan
setiap hari, selalu bernyanyi
tak pernah hatinya bersedih

Atau lagunya yang berjudul Buat Apa Susah:

Kekasihku, apa yang kau risaukan
kerjamu hanya melamun saja
tak berguna kau bersedih hati
tertawalah sayang
Buat apa susah, lebih baik kita bergembira
 

kekasihku apa yang kau pikirkan
hidup ini hanya sementara
Bukankah petikan lagu itu sangat positif? Coba dengar sekali-sekali, dan rasakan aura positifnya :D
Dan, banyak juga lagu lama yang di remake sama penyanyi muda masa kini, seperti Rio Febrian dan Ello. Aransemen lgunya disesuaikan dengan selera masyarakat sekarang. Versi baru itu juga bagus, menurutku. Namun versi lamanya tetap punya tempat tersendiri di hatiku.

Aku bersyukur sejak dulu telah diperdengarkan Bapak lagu-lagu semacam ini. Lagu-lagu yang mungkin sudah dilupakan banyak orang ini tetap bisa menghibur, memberi pelajaran, bahkan memunculkan banyak inspirasi yang dapat kutuang menjadi sajak, puisi, cerpen dan sebagainya, karena aku sangat senang menulis.

Bukan hanya kami yang berusia di atas 20 tahun yang suka lagu jadul. Adikku yang bungsu, yang masih SMA, bahkan mahir berduet gitar dengan Bapak, membawakan lagu Teluk Bayur-nya Ernie Johan secara instrumental dengan gaya keroncong. Padahal, ia masih sangat muda dan kebanyakan gaya bermain gitar anak muda di lingkungannya sangat dipengaruhi gitaris-gitaris jaman sekarang. Salutnya lagi, ia belajar gaya keroncong pada gitarnya secara otodidak!

Rabu, 14 Mei 2014

Balada Seorang Pemuda Desa

konon, dikenal seorang pemuda desa
lelaki hidung belang ayahnya
ibunya, perempuan yang barangkali sedikit murahan
yang kemudian meninggal demi memperjuangkannya menghirup hidup

dari para penduduk desa
hanya sedikit terbersit iba
ia hidup, tumbuh dengan perhatian ala kadarnya
kisahnya menjadi gunjing
buruk, amat buruk
sedih, amat sedih hatinya

lalu, si pemuda beranikan diri jamah tanah rantau
ia melangkah dalam duka
tak pernah asri hidup di desa :

pujaan hati telah berpaling ke lain pemuda
tak ada gadis yang mau berbagi hidup dengannya
karna ia miskin rupa
tak berharta,
sebatang kara tanpa keluarga.

kini tambah lagi deritanya:
kota berkhianat, tak menyisakan tempat

ia kembali ke desa
ia hidup sendiri di puncak bukit kesepian
saban malam meniup seruling,
disertai ratapan : ayah bunda apa salah anakmu,
hidup demikan menyakitkan?

penduduk desa terlena dibuatnya,
terbuai oleh liukan nada-nada

sepuluh tahun sudah ia tiada
namun, sesekali terdengar sendu alunan serulingnya
berkolaborasi dengan orkestra suitan angin
mendayu-dayu mengitari malam

sekali waktu, seorang anak bertanya kepada ayahnya
siapa peniup seruling itu?

jawab sanga ayah :
itu adalah pemuda desa,
yang terbuang,
yang tersia,
menyenandungkan balada hidupnya