Kamis, 29 November 2018

THE UGLY DUCKLING


Kisah Si Bebek Buruk Rupa oleh Hans Christian Andersen
Saya sudah sering mendengar kisah tentang si bebek buruk rupa ini, namun, ya, sekedar tau saja 😅. Ketika iseng menelusuri cerita ini di google, saya menemukan banyak kisah serupa dengan berbagai versi. Namun, kisah lengkapnya baru benar-benar saya nikmati setelah membaca  The Fairy Tales of Hans Christian Andersen yang diceritakan ulang oleh Mandy Archer.
Sekilas info, H. C. Andersen (1805-1875)  adalah seorang sastrawan berkebangsaan Denmark dan karya-karyanya sudah banyak mendunia. Salah satu yang paling terkenal selain The Ugly Duckling adalah The Little Mermaid. Saya sudah lebih dulu mengetahui dongeng si Putri Duyung, yang juga banyak dikisahkan ulang dengan beragam versi, namun kali ini saya ingin mengulas Si Bebek Buruk Rupa. 
Cerita dimulai ketika seekor induk bebek sedang mengerami telur-telurnya. Ia menunggu penuh kesabaran selama berminggu-minggu sampai telur-telur itu menetaskan enam anak bebek berwarna kuning cemerlang, imut, ‘berkwek-kwek’ menggemaskan, memiliki kaki mungil merah muda, yah…pokoknya mengagumkan. 
Kelahiran si anak bebek tidak berhenti sampai di situ. Ada sebutir telur lagi yang berukuran agak besar, yang tidak menetas bersamaan dengan telur lainnya. Si induk memilih untuk mengeraminya sebentar lagi, mengacuhkan pendapat bebek lain yang mengatakan bahwa lebih baik ia membawa anak-anaknya berenang daripada mengerami telur terakhir itu.

Ketika si bungsu menetas, ternyata ia memiliki rupa yang berbeda dari saudara-saudaranya. Ia bertubuh besar, berbulu abu-abu dengan paruh hitam yang aneh. Sang induk bebek juga heran dengan makhluk yang keluar dari telur terakhir itu, namun ia tidak ambil pusing. Ia berpikir bungsunya hanya mendekam terlalu lama di dalam telur. Bentuk dan rupanya yang buruk akan  berubah cantik seiring pertumbuhannya. Ejekan hewan-hewan lain yang mengatakan bungsunya mungkin adalah ayam kalkun tidak dihiraukannya.
Tapi, semakin lama semakin banyak olokan yang menghampiri. Walau si bebek buruk rupa dapat berenang dengan baik, namun itu tidak membuat dirinya diterima. Kuda, ayam, kambing, semua merendahkannya. Di antara mereka bahkan berkata seandainya saja ia bisa dikembalikan ke dalam telur! Sang induk akhirnya menyerah dan berpikir mungkin ada yang salah dengan  bebek bungsunya. Sungguh malang!
Si bebek buruk rupa akhirnya memisahkan diri dari ibu dan saudara-saudaranya, berpikir bahwa mereka akan lebih baik tanpa dirinya. Ia berkelana sendirian menelusuri kolam, bertemu hewan-hewan lain yang tetap saja menatapnya dengan aneh. Bahkan, ketika ia bertemu dengan seorang wanita tua yang memelihara seekor ayam dan kucing—wanita tua yang ia sangka baik hati, tetap saia ia tidak diterima karena tidak bisa menghasilkan telur. Ia tak lebih dari seekor bebek jantan yang jelek.
           Ketika berenang di kolam, ia bertanya-tanya pada hewan lain apakah mereka melihat makhluk yang serupa dirinya. Namun, semua menggelengkan kepala, lalu menertawakannya.  Si bebek buruk rupa pun memilih menyendiri. Ia bersembunyi di semak-semak agar tidak bertemu dengan hewan lain. Sementara itu, kelompok-kelompok hewan lain bersiap untuk menghadapi musim dingin. Tak ketinggalan sekelompok unggas—angsa—di angkasa yang sedang terbang menuju wilayah yang lebih hangat. Si bebek buruk rupa kagum pada leher mereka yang panjang, sayap yang kuat, dan bulu putih mereka yang bersinar. Hal itu membuatnya semakin kesepian.
 Singkat cerita, musim dingin berakhir. Matahari bersinar lebih cerah. Bunga-bunga mekar. Segala sesuatu terlihat lebih ceria. Namun, si bebek buruk rupa tetap murung dan minder. 
Suatu kali, ketika ia sedang berenang, seekor angsa tiba-tiba mendekatinya. Si bebek buruk rupa segera menyembunyikan wajahnya ke dalam rerimbunan semak. Namun, si angsa bertanya mengapa ia menghindar. Tentu si bebek tak ingin kembali ditertawakan karena wajah jeleknya. Si angsa justru menyapanya ramah, mengatakan bahwa ia tidak jelek sama sekali. Ia mengatakan bahwa si bebek adalah bagian dari kelompoknya, dan ia mengundang si bebek untuk bergabung dengannya.
Si bebek buruk rupa kaget bukan main. Ia bercermin di permukaan air dan tidak melihat wajah jeleknya. Ia justru melihat wajah angsa yang dikaguminya dan terheran-heran mungkinkah keajaiban itu terjadi pada dirinya! Dalam sukacita, ia bergabung dengan kawanan angsa dan mereka terbang bersama….

~tamat~
Setelah membaca versi lengkapnya, saya menyadari bahwa dongeng ini tidaklah sekedar kisah pengantar tidur belaka. Mungkin cerita ini memang ditujukan untuk anak-anak, namun saya berpendapat lain. Entah karena saya merenungkannya terlalu jauh, atau karena gaya bercerita Mandy Archer dengan pilihan kata-katanya yang begitu menyentuh. Ada pelajaran dan makna yang bisa dipetik lalu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhir cerita yang mengatakan bahwa si bebek buruk rupa ternyata seekor angsa setelah mengalami metamorfosa selama musim dingin yang berat adalah penghiburan bagi orang-orang yang dikucilkan oleh karena perbedaan/keunikan yang mereka pikul.
Dalam satu dan lain hal, saya turut merasakan empati dengan orang-orang demikian. Mungkin orang-orang ini menerima ejekan, direndahkan, diolok oleh karena fisik, ambisi, cita-cita, dan idealisme yang tidak sejalan dengan kebanyakan orang. Seperti si bebek kecil yang dikucilkan karena ia tidak seperti anak-anak bebek lain.

“What a strange thing you are!” they quacked, shrinking back from the ugly duckling. “You can’t mix with us, understand?” 

Ah, ternyata praktik bullying sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu! Betapa menyedihkan menerima hujan cibiran tiada henti.  

It was lonely life for a young duckling. Every day he paddled round the pond, searching for grubs and pondweed to nibble. Whenever another creature came down to the water, he rushed into the reeds and hid himself from view.

Orang-orang unik ini hidup dalam kesendirian. Hanya orang-orang dengan kondisi serupa yang dapat memahami satu sama lain. Namun, sesuatu yang unik seringkali berada dalam situasi langka. Jumlah mereka tidak sebanding dengan orang-orang kebanyakan. Saat orang lain bergerak bergerombol, mereka justru melawan arah. Orang-orang ‘berbeda’ ini berproses dalam kesunyian. Hingga akhirnya ketabahan mereka membuahkan hasil, bahkan kadang melebihi ekspektasi.

The beautiful swan had never dreamed of such happiness when he was ugly duckling. He flapped his wings and rose up into the air with the other swans—ready to start a new, better life.

Si bebek jelek ternyata seekor angsa yang tampan! Ia segera bergabung dengan kelompoknya dan terbang ke angkasa. Meninggalkan masa lalu penuh cemooh di belakangnya. Lalu, apakah kemudian ia membalas dendam kepada hewan-hewan yang pernah mengejek dan menolaknya? Entahlah, Mr. Andersen tidak menuliskannya😁. Yang pasti, bagi orang-orang yang sedang berada dalam situasi sulit oleh karena perbedaan/keanehan/keunikan yang tidak dapat diterima khalayak, bertahanlah! Musim dingin akan segera berlalu, keajaiban sedang dalam perjalanan! Waktu tengah menempa anda.Yang pasti, anda akan menjadi angsa anggun yang mampu terbang tinggi, namun juga tetap rendah hati 💗.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar